Oleh: M. Abduh Holilulloh
I.
PENDAHULUAN
Karya tulis ilmiah merupakan karya yang
sangat di minati kaum intelek, banyak pengetahuan yang didapat dari kita membacanya
atau pun saat kita menulisnya. Selain itu, karya
tulis ilmiah juga dapat membuat penulis
menjadi terkenal dengan melalui karyanya tersebut dan bisa memberikan gagasan atau hasil dari observasi
kepeda pembaca.
Di dalam penulisan karya tulis
ilmiah tidak luput dengan pengeditan yang mana dalam pengeditan itu berfungsi
sebagai penyempurna tulisan atau proses memperbaiki tulisan yang sekiranya
harus di perbaiki, karena dengan pengeditan tulisan bisa dipahami dengan baik
dan tidak membingugkan pembaca. Oleh karena
itu, pengeditan sangatlah penting dalam penulisan karya tulis ilmiah
maupun yang lain.
Secara redaksional, editor memperbaiki
kata dan kalimat supaya lebih logis, mudah dipahami, dan tidak rancu. Oleh
karna itu pemakalah akan sedikit memaparkan sedikit tentang penyuntingan karya
tulis ilmiyah.
II. RUMUSAN MASALAH
A . Apa Hakikat
Editing Karya Tulis Ilmiah?
B . Bagaimana
Materi atau Gagasan itu?
C . Apa yang
dimaksud Paragraf ?
D . Apa yang
dimaksud Ragangan ?
E . Apa yang
dimaksud Kebahasan ?
III. PEMBAHASAN
A. Hakikat Editing
Menyunting
naskah (editing) adalah sebuah proses
memperbaiki atau penyempurnaan tulisan secara redaksional dan substansial.
Pelakunya disebut editor (penyunting) atau redaktur.[1]
Menurut kamus
Besar Bahasa Indonesia (editing) mengedit adalah :
1. Mempersiapkan naskah yang siap cetak atau
siap terbit (dengan memperhatikan, terutama segi ejaan, diksi dan struktur
kalimat). Mana ini sering diterjemahkan menjadi menyunting.
2. Merencanakan dan mengarahkan pnerbitan
(surat kabar, majalah).
3. Menyusun (film, pita rekaman) dengan
memotong dan memadukan kembali. Orang yang melakukan pengeditan (mengedit)
dipanggil dengan sebutan editor.
Secara umum,
proses editing atau pengeditan atau penyunting dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:
a.
Penyuntingan secara redaksional, menurut
cara ini, editor memeriksa setiap kata dan kalimat agar logis, mudah dipahami,
dan tidak rancu (memiliki ejaan yang bener, mempunyai arti, dan enak dibaca). Proses editing ini
mencakup kegiatan-kegiatan seperti memperbaiki kesalahan ejaan (tanda baca,
tata bahasa, angka, nama, almat, dan sebagainya). Menyesuiakan gaya bahasa
dengan gaya surat kabar bersangkutan dan mengetatkan tulisan (meringkas
beberapa kalimat menjadi satu atau dua kalimat dengan tidak mengubah makna
kumpulan kalimat sebelumnya). Tujuan akhir proses editing jenis ini adalah agar
tulisan tidak hanya memiliki ejaan yang benar dan arti yang jelas, tetapi juga
enak dibaca.
b.
Penyuntingan secara substansi, yakni
editor memperhatikan data dan fakta agar tetap akurat dan benar.
Kegiatan-kegiatan
yang dicakup dalam proses pengeditan jenis ini adalah :
1.) Memperhatikan kesalahan-kesalahan faktual.
2.) Menghindari kontradiksi dan mengedit
berita untuk di perbaiki.
3.) Menghindari unsur-unsur seperti
penghinaan, ambiguitas, dan tulisan yang memuakkan (bad taste).
4.) Melengkapi tulisan dengan bahan-bahan
tipografi, misal
anak judul atau subjudul.
5.) Menulis judul yang menarik.
6.) Memberikan penjelasan tambahan untuk
gambar atau table.
7.) Menelaah kembali hasil tulisan yang
telah dicetak karena tidak menutup kemungkinan masih terdapat kesalahan
redaksional dan subtansial.
Tujan
proses pengeditan tipe ini yaitu tidak hanya untuk memuat tulisan menjadi mudah
dimengerti, tetapi juga sistematika tulisan secara keseluruhan tetap terjaga dan para
penulis sebaiknya memperhatikan tulisanya jika tulisanya benar-benar ingin dipublikasikan.[2]
Secara
redaksional, editor memperbaiki kata dan kalimat supaya lebih logis, mudah
dipahami, dan tidak rancu. Setiap kata dan kalimat, selain harus benar ejaan
atau cara penulisanya, juga harus benar-benar punya arti dan enak dibaca. Secara
substansial, editor harus memperhatikan fakta atau data agar tetap terjaga keakuratan
dan kebenaranya. Editor pun harus memperhatikan apakah tulisan itu dapat mudah
dimengerti pembaca atau malah membingungkan. Kegiatan menyunting pada dasarnya
mencakup hal-hal berikut:
i.
Memperbaiki
kesalahan-kesalahan factual.
ii. Menjaga jangan sampai terjadi
kontradiksi dan mengedit berita tersebut untuk memperbaikinya.
iii. Memperbaiki kesalahan dalam penggunaan
tanda-tanda baca, tatabahasa, ejaan, angka , nama, dan alamat.
iv. Menyesuaikan naskah dengan gaya surat
kabar bersangkutan.
v. Mengetatkan tulisan, membuat satu kata
melakukan pekerjaan tiga atau empat kata, menjadikan satu kalimat menyatakan
fakta-fakta yang terdapat dalam satu paragrap. Menyingkat tulisan sesuai dengan
ruang yang tersedia.
vi. Menjaga jangan sampai terjadi
penghinaan, arti ganda, dan tulisan yang memuakan (badtaste).
vii. Melengkapi tulisan dengan bahan-bahan
tipografi, seperti anak judul (subjudul), dimana diperlukan.
viii.Menulis judul untuk berita bersangkutan
agar menarik.
ix. Di beberapa surat kabar, editing juga
termasuk menulis caption (keterangan gambar) untuk foto dan pekerjaan
lain yang berhubungan dengan cerita yang disunting itu.
x. Setelah edisi naik cetak, menelaah Koran
tersebut secermat mungkin sebagai perlindungan lebih lanjut terhadap kesalahan
dan melakukan perbaikan jika deadline masih memungkinkan.
Dengan
demikian, menyunting tidaklah semata- semata memotong (cutting) naskah
agar cukup pas masuk dalam Koran atau ruangan (space) yang tersedia,
tetapi juga membuat tulisan itu enak dibaca ,menarik, dan tidak mengandung
kesalahan faktual.[3]
B. Materi atau Gagasan
Gagasan
adalah sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca, dengan
adanya gagasan para pembaca akan mengetahui tentang maksud bacaan tersebut.
Orang yang ingin menulis sesuatu hendaknya sudah mempunyai ide/ gagasan
tentangnya. Misalnya, kita mendengar laporan tentang seseorang yang tertabrak
mobil di jalan raya. Timbullah gagasan: saya mau mengemukakan, bahwa peraturan
lalu-lintas berlaku bagi semua orang, tidak terkecuali peengemudi kendaraan
dinas, tentara, polisi, maupun pengemudi bis, bajaj dan truk.
Bagaimanapun
juga, karangan harus dijiwai suatu gagasan, betapapun sederhananya.
Karangan tanpa gagasan pokok tiada bedanya dengan tubuh tanpa nyawa. Setiap
bagian karangan harus tunduk pada gagasan pokok seluruh karangan, baik mengenai
bahannya maupun mengenai maksud dan tujuanya. Ini berarti, setiap
bagian karangan harus berkaitan dengan gagasan pokok, menuju padanya, mendukung
atau mengembangkan gagasan pokok itu. Setiap bagian karangan membawa perhatian
pembaca terpusat pada gagasan atau poin yang mempersatukan karangan.
Memper
tepat gagasan pokok
Dalam
memilih gagasan pokok karangan, pikiran apa pokok yang anda maksudkan itu, mengapa
ingin mengatakan hal itu, bagaimana sikap pribadi terhadap soal itu?
Berprasangka tentang pokok ini? Selama mencari bahan, pusatkan segala pikiran pada
apa yang di maksudkan dan hendak dicapai. Sebelum mulai mengarang, hendaknya
pengarang merumuskan dulu gagasan pokok seperti berikut: dalam kalimat lengkap,
makin khusus makin baik, tapat dan persis.
Kalau
gagsan pokok tidak dirumuskan secara jelas dan tajam dalam kalimat, biasanya
pembaca tidak akan menangkap gagasan itu. Sebab, rumusan kalimat yang jangal
mencerminkan kurang cermatnya pemikiran. Seringkali gagasan pokok menjadi
kabur, karena hal-hal kecil yang dimasuk-masukan, padahal pengarang tidak
bermaksud menguraikanya lebih lanjut dalam karanganya.[4]
C. Paragraf
Paragraf
adalah seperangkap kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik.
Kalimat-kalimat dalam paragraf memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai
keterkaitan dalam membentuk gagasan atau topik tersebut. Sebuah paragraf
mungkin terdiri atas sebuah kalimat, mungkin terdiri atas dua buah bahwa suatu
paragraf berisi lebih dari lima buah kalimat. Walaupun paragraf itu mengandung
beberapa kalimat, tidak satu pun dari kalimat-kalimat itu memperkatakan soal
lain. Seluruhnya membincangkan satu masalah atau sekurang-kurangnya bertalian
erat dengan masalah itu.[5]
Syarat-syarat
Paragraf yang baik harus memiliki dua ketentuan, yaitu kesatuan paragraf dan
kepaduan paragraf.
1. Kesatuan paragraf
Dalam sebuah
paragraf terdapat hanya satu pokok pikiran. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat
yang membentuk paragraf perlu ditata secara cermat agar tidak ada satu pun
kalimat yang menyimpang dari pokok pikiran paragraf itu. Kalau ada kalimat yang
menyimpang dari pokok paragraf itu, paragraf menjadi tidak berpautan, tidak
utuh. Kalimat yang menyimpang itu harus dikeluarkan dari paragraf.
2. Kepaduan paragraf
Kepaduan
paragraf dapat terlihat melalui penyusunan kalimat secara logis dan melalui
ungkapan-ungkapan (kata-kata) pengkait antar kalimat. Urutan yang logis akan
terlihat dalam susunan kalimat-kalimat dalam paragraph itu. Dalam paragraf itu
tidak ada kalimat-kalimat yang sumbang atau keluar dari permasalahan yang
dibicarakan.[6]
Pembagian
paragraf menurut jenisnya: Dalam
sebuah karangan (komposisi) biasanya terdapat tiga macam paragraf jika dilihat
dari segi jenisnya.
1). Paragraf
pembuka
Paragraf
ini merupakan pembuka atau pengantar untuk sampai pada segala pembicaraan yang
akan menyusul kemudian. Oleh sebab itu, paragraf pembuka harus dapat menarik
minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menghubungkan pikiran pembaca pada
masalah yang akan disajikan selanjutnya. Salah satu cara untuk menarik
perhatian ini adalah dengan mengutip pernyataan yang memberikan rangsangan dari
para orang terkemuka orang yang terkenal.
2). Paragraf pengembang
Paragraf
pengembang adalah paragraf yang terletak antara paragraf pembuka dan paragraf
yang terkhir sekali didalam bab anak bab itu. Paragraf ini mengembangkan pokok
pembicaraan yang dirancang. Dengan kata lain, paragraf pengembang mengemukakan
inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh sebab itu, satu paragraf Dan
paragraf lain harus memperlihatkan hubungan yang serasi dan logis. Paragraf itu
bisa dikembangkan dengan cara ekspositoris, dengan cara deskriptif, dengan cara
naratif, atau dengan cara argumentatif yang akan dibicarakan pada
halaman-halaman selanjutnya.
3). Paragraf
penutup
Paragraf
penutup adalah paragraf yang terdapat pada akhir karangan atau pada akhir suatu
kesatuan yang lebih kecil didalam karangan itu. Biasanya, paragraf penutup
berupa simpulan semua pembicaraan yang telah di paparkan pada bagian-bagian
sebelumnya.[7]
a. Rangka atau struktur sebuah paragraf
Rangka
atau struktur sebuah paragraf terdiri atas sebuah kalimat topik dan
beberapa kalimat penjelas. Dengan kata lain, apabila dalam sebuah
paragraf terdapat lebih dari sebuah kalimat topik, paragraf tersebut bukan
termasuk paragraf yang baik. Kalimat-kalimat di dalam paragraf itu harus saling
mendukung, saling menunjang, kait-berkait satu dengan yang lainya.
Kalimat
topik adalah kalimat yang berisi topik yang dibicarakan pengarang. Pengarang
meletakan inti maksud pembicaraanya pada kalimat topik.
Karena
topik paragraf adalah pikiran utama dalam sebuah paragraf, kalimat topik
merupakan kalimat utama dalam paragraf itu. Karena setiap paragraf hanya
mempunyai sebuah topik, paragraf itu tentu hanya mempunyai satu kalimat utama.
Kalimat
utama bersifat umum. Ukuran keumuman sebuah kalimat terbatas pada paragraf itu
saja, adakalanya sebuah kalimat yang kita anggap umum akan berubah menjadi
kalimat yang khusus apabila paragraf itu diperluas.[8]
b. Pengembangan paragraf
Mengarang
itu adalah usaha mengembangkan beberapa kalimat topik. Dengan demikian, dalam karangan itu kita harus mengenbangkan
beberapa paragraf demi paragraf. Oleh karna itu, kita harus hemat menenpatkan
kalimat topik. Satu paragraf hanya mengandung sebuah kalimat topik.[9]
D. Ragangan (outline)
Kerangaka
karangan (outline) yaitu rencana teratur dalam pembagian dan penyusunan
gagasan. Fungsi utamanya adalah menunjukan hubungan di antara gagasan yang ada.
Kerangaka karangan memumgkinkan kita melihat kekuatan dan kelemahan karangan
kita sehingga kita dapat mengadakan penyesuaian sebelum kita menulis.
Kerangka karangan mengandung rencana kerja dan
ketentuan-ketentuan bagaimana menyusun karangan. Kerangka karangan dapat
mengalami perubahan terus menerus selama penulisan untuk mencapai suatu bentuk
yang sempurna. Kerangka karangan itu dapat membentuk catan-catan sederhana,
tetapi juga dapat berbentuk mendetail dan digarap dengan sangat cermat. Ada
tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam menyusun kerangka karangan seperti
memilih topik, mengumpulkan informasi, mengatur gagasan, menulis karangan itu
sendiri. Pengumpulan bahan-bahan untuk
menyusun kerangka karangan dapat dilakukan melalui studi pustaka.[10]
Manfaat
kerangka karangan
Kerangka
karangan yang baik adalah bekal yang berharga dalam menulis suatu karya.
Kerangka karangan membantu penulis dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Kerangaka karangan yang terinci
memudahkan penulis menyusun karangan sehingga tidak mengolah satu ide sampai
dua kali, serta mencegah penulisnya keluar dari sasaran penulisnya.
2. Kerangka karangan membantu penulis menciptakan klimak yang berbeda-beda,
berdasarkan variasi ide yang ada pada setiap karangan.
3. Kerangka karangan memandu penulis untuk
selalu pada hal-hal yang memang perlu dipaparkan dalam karangan.
4. Bila seorang pembaca kelak menghadapi
karangan yang sudah jadi, ia dapat menelusuri gagasan utama karangan sebagai
mana yang dimaksud penulisnya.
5. Kerangka karangan terumuskan secara
jelas dan menyeluruh, begitu proses penulisan selesai, penulis dapat merasakan
puas dan lega karena karanganya benar-benar lengkap dan tepat sasaran.
Penyusunan
kerangka karangan
a. Rumusan tema yang jelas berdasarkan
sebuah topik dan tujuan yang akan dicapai melalui topik tadi.tema yang
dirumuskan untuk suatu kerangaka karangan haruslah berbentuk tesis atau
pengungkapan maksud.
b. Mengadakan inventarisasi topik-topik
bawahan yang dianggap sebagai rincian dari tesis atau pengungkapan maksud tadi.
Penulis boleh mencatat sebanyak-banyaknya topik-topik yang terlintas dalam pikiran
dengan tidak perlu langsung mengadakan evaluasi terhadap topik-topik tadi.
c. Penulis berusaha mengadakan evaluasi
semua topik yang dicatat pada langkah kedua di atas.
d. Untuk mendapatkan sebuah kerangka
karangan yang rinci, langkah kedua dan ketiga dikerjakan berulang untuk
menyusun topik-topik yang lebih rendah tingkatanya.
e. Sesudah semuanya siap masih harus
dilakukan langkah yang terakhir, yaitu menentukan sebuah susunan yang paling
cocok untuk mengurutkan semua rincian tesis yang telah diperoleh dengan
mempergunakan semua langkah di atas. Dengan susunan tersebut, semua rincian akan
disusun kembali sehingga dapat diperoleh sebuah kerngka karangan yang baik.[11]
Tipe susnan
kerangka karangan
1. Berdasarkan urutan kronologis
Susunan
kerangka karangan diatur menurut susunan waktu (kronologis) peristiwa yang
hendak di uraikan.
2. Berdasrkan urutan local
Susunan
kerangka karangan diatur menurut susunan local( ruang tempat) obyek yang hendak
diuraikan.
3. Berdasrkan urutan klimaks
Susunan
kerangka karangan diatur menurut jenjang kepentingan. Karangan dimulai dari
jenjang kepentingan yang terendah menuju kepada kepentingan yang paling tinggi.
4. Berdasarkan urutan familiaritas
Susunan
kerangka karangan diatur menurut dikenal atau tidaknya bahan-bahan yang akan
diuraikan. Karangan dimulai dari sesuatu yang dikenal kemudian berangsur-angsur
masuk kepada sesuatu yang belum dikenal atau diketahui oleh pembaca.
5. Berdasarkan urutan akseptabilitas
Susunan
kerangka karangan diatur menurut diterima atau tidaknya perinsip-perinsip yang
akan dikemukakan. Karangan dimulai dari mengemukakan hal-hal yang dapat diterima
pembaca, kemudian baru mengemukakan gagasan-gagasan yang mungkin ditolak.
6. Berdasarkan urutan klausalitas
Susunan
kerangka karangan diatur menurut hubungan klausal. Karangan dapat dimulai
dengan mengemukakan sebab kemudian diuraikan akibat-akibat yang mungkin
ditimbulkanya dan dapat pula sebaliknya.
7. Berdasarkan urutan logis
Susunan
kerangka karangan diatur menurut aspek umum dan aspek khusus.
8. Berdasarkan urutan perspektif
Susunan
kerangka karangan diatur menurut pemihan baik- buruk , untung- rugi, benar-salah.
Pengarang dapat mengemukakan hal-hal yang baik terlebih dahulu, baru memeparkan
hal-hal yang buruk pada bagian selanjutnya.[12]
Kerangka
karangan yang baik
a. Kerangka karangan harus mengandung
pokok-pokok pikiran yang cukup mendetail. Semakin mendetail pokok-pokok pikiran
diungkapkan, semakin banyak urutan yang bisa dibuat nantinya.
b. Kerangka karangan harus disusun secara
cermat dan logis.
c. Dalam kerangka karangan yang baik,
pokok-pokok pikiran yang sejajar harus diberi nomor atau huruf yang sejenis.
d. Kerangka karangan tidak boleh mengandung
pembagian yang pincang, misalnya ada huruf A, tetapi selanjutnya tidak
ditemukan huruf B, melainkan II.[13]
Fungsi kerangka
karangan
menjelaskan
penggolongan dan hubungan antara bagian-bagian karangan dalam kerangka karangan
seluruhnya.[14]
Kalimat
yang satu dengan yang lainnya dalam kerangka karangan harus diatur sedemikian,
sehingga tampak jelas hubungan yang tepat, misalya menurut sebab akibat, umum-
khusus, luas- sepi, dan sebagainya. Karangan yang bermutu menuntut pemikiran
yang jelas dan mendalam tentang isinya, sebelum mulai mengarang. Demikian juga
dalam mengarang tanpa kerangka karangan, bahan menjadi kabur, banyak hal yang
terlupa, bagian-bagian tidak seimbang. Kerangka karangan sendiri bukan tujuan
melainkan alat peraktis. Mungkin untuk satu bab atau karangan pendek dan mudah,
cukup mencatat beberapa poin saja. Tetapi untuk menulis suatu karangan esai
atau buku, pasti sangat diperlukan kerangka karangan yang rinci.
Tahap
– tahap dalam membuat kerangaka karangan
1. Dalam membuat kerangka karangan ialah
merumuskan gagasan pokok secara jelas dalam kalimat lengkap. Gagasan
pokok yang telah dirumuskan itu menjadi dasar yang menentukan penggolongan,
koordinasi dan subordinasi.
2. Mencatat diatas kertas semua gagasan
yang timbul dari pikiran atau yang telah dikumpulkan, baik dari ingatan dan
sumber tertulis maupun dari sumber lisan (wawancara). Pada tahap pencatatan
hasil pemikiran ini belum perlu suatu sistem atau urutan.
3. Mengatur segala gagasan/ide/bahan/unsur/informasi.
Hal-hal yang saling berhubungan dan termasuk suatu kelompok disatukan, hal-hal
yang sejajar di koordinasi, hal-hal bawaan disubordinasi. Buanglah gagasan yang
tidak cocok dengan gagasan pokok atau luar tema karangan.
4. Mengatur setiap kelompok gagasan yang
sudah dibuat(tahap ketiga) menurut pengaturan organisasi karangan.
Kadang-kadang beberapa kelompok tak dapat diterima, karena tidak termasuk
gagasan pokok secara langsung atau membuat karangan terlalu luas, berat
sebelah, membosankan dan sebagainya. Kelompok-kelomopok gagasan yang sudah
tersusun baik dan diterima itu merupakan bagian-bagian pokok kerangka karangan.
5. Meliat kembali aneka
ide/gagasan/unsur/informasi. Apakah masih ada yang kurang? Mana yang perlu
diperluas atau dipersmpit? Akhirnya, setiap kelompok disusun berdasarkan
prinsip koordinasi dan subordinasi.
6. Mengatur semua kelompok, yang
masing-masing sudah disusun dengan baik dan rinci, yang satu dibawah yang lain
menjadi satu kerangaka karangan untuk seluruh karangan.
7. Membuat kerangka karangan yang rinci
dan lengkap, yang mencakup perumusan gagasan pokok yang dicatat dalam
kalimat lengkap, catatan tentang pendahuluan, sistematika bagian batang tubuh,
catatan tentang penutup.
8. Meninjau sekali lagi seluruh kerangka
karangan tadi dengan keritis. Sebaliknya diperlihatkan kepada orang lain
dan bertanya kepadanya: jelaskah? Logiskah? Seimbangkah? Akhirnya, kerangka
karangan masih dapat diperbaiki dimana perlu. Suatu kerangka karangan yang
lengkap dan sempurna sangat menentukan hasil karangan yang akan dibuat.
Kerangka karangan (outline)
berguna sebagai pedoman kerja, pemakaianya harus luwes, tidak perlu
mutlak-mutlak dengan kaku. Kalau pengarang sudah mulai menulis sampai pada
bab-bab dan kalimat- kalimat, kadang timbul ide baru atau bertahan bahan baru,
atau merasa perlu mengubah sesuatu. Boleh saja dilakukan perubahan sejauh
perlu, asalkan tidak meruntuhkan kesatuan dan struktur karangan.[15] Dapat terjadi, karangan
macet di tengah jalan, atau bahan campur aduk dan kabur. Menghadapi kesukaran
semacam ini, pikirkanlah kembali dan seledikilah kerangka karangan sudah
betul, jika perlu susunlah sekali lagi, sampai organisasi karangan lebih
jelas. Meninjau kembali kerangka karangan merupakan langkah pertama dalam
mengatasi kemacetan. Hendaknya diusahakan supaya setiap bagian karangan sendiri
mempunyai susunan yang jelas, logis dan teratur.
Kerangka karangan
sebaiknya mengandung topik-topik yang cukup rinci. Jika tidak demikian,
kerangka karangan itu tak akan menolong waktu menulis karangan nanti. Kerangka
karangan yang berupa pernyataan maksud saja berarti bahwa pengarang belum berpikir
sampai pada hal-hal rinci yang tak dapat dihindari. Seharusnya pengarang tidak
menundanya sampai saat menulis karangan. Sebab, waktu menulis perhatian pengarang
seyogyanya terpusat pada ketepatan dan keindahan bahasa.[16]
E .KEBAHASAAN
Kebahasaan yaitu alat
untuk berkomunikasi sehari-sehari dalam segi diskusi maupun yang lainya. Dengan
pengetahuan bahasa kita dapat mengunakan atau memakai aspek- aspek pengetahuan
bahasa dengan jalan latihan-latihan sehingga menjadi terbiasa. Pengetahuan
bahasa itu di ajarkan bukan untuk dihafalkan melainkan dipakai sebagai kebisaan
berbahasa sehari-hari.
Bahan pembelajaran
bahasa itu berbentuk kalimat-kalimat, dan kalimat itu berwujud
struktur-struktur tertentu yang berunsurkan kata, suku, dan bunyi atau huruf.
Jenis-jenis kegiatan atau materi pelajaran yang berupa struktur-struktur
kalimat itu, di ajarkan secara langsung dan spontan.
Susunan kata-kata yang
membentuk satu kalimat disebut struktur kalimat, sedang kedudukan kata-kata
dalam hubungan fungsi kata dalam satu kalimat disebut pola kalimat. Pola
kalimat dilihat dari segi bentuknya, ada pola dasar pola lengkap atau pola
sempurna.
Pada dasarnya, bahasa
itu ucapan lisan. Setelah bangsa-bangsa di dunia mulai maju, manusia mulai
mengenal tulisan. Oleh karena itu zaman sekarang ada bahasa tulisan dan ada
bahasa lisan. Bahasa lisan terdiri atas bunyi-bunyi. Dalam bahasa tulis
bunyi-bunyi itu dinyatakan dengan lambang bunyi atau huruf. Pengenalan huruf
tidak dilakukan huruf demi huruf, tetapi melalui pengenalan struktur bahasa
tulis(kalimat).
Huruf yang diajarkan
itu ada yang disebut huruf besar dan huruf kecil. Dahulu selalu di ajarkan
huruf kecil dahulu, baru huruf besar. Sekarang pengenalan huruf itu ada yang
dimulai dengan huruf besar. Dalam percobaan ini pengenalan huruf besar maupun
huruf kecil dilakukan serempak. Dalam penulisan nama-nama orang langsung
digunakan huruf besar. Apabila nama orang perlu dipakai dalam satu kalimat,
maka nama itu langsung ditulis dengan huruf besar.[17]
IV.
KESIMPULAN
1. Hakikat editing: sebuah proses
memperbaiki atau penyempurnaan tulisan secara redaksional dan subtansial,
Proses
pengeditan didahului dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan faktual, menghindari
kontradiksi dan mengedit berita untuk diperbaiki, menghindari unsur-unsur
seperti penghinaan, melengkapi tulisan dengan bahan-bahan tipografi, menulis
judul yang menarik, memberikan penjelasan untuk gambar/ tabel, menelaah kembali
hasil tulisan yang telah di cetak karena tidak memungkinkan masih terdapat
kesalahan redaksional dan substansial.
2. Gagasan adalah sesuatu yang ingin
disampaikan oleh penulis kepada pembaca, dengan adanya gagasan para pembaca
akan mengetahui tentang maksud bacaan tersebut. Orang yang ingin menulis
sesuatu hendaknya sudah mempunyai ide/ gagasan tentangnya.
3. Paragraf adalah seperangkap kalimat yang
membicarakan suatu gagasan atau topik. Kalimat-kalimat dalam paragraf
memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai keterkaitan dalam membentuk
gagasan atau topik tersebut.
4. Kerangaka karangan (outline)
yaitu rencana teratur dalam pembagian dan penyusunan gagasan. Fungsi utamanya
adalah menunjukan hubungan di antara gagasan yang ada. Kerangaka karangan
memumgkinkan kita melihat kekuatan dan kelemahan karangan kita sehingga kita
dapat mengadakan penyesuaian sebelum kita menulis.
5. Kebahasaan yaitu alat untuk
berkomunikasi sehari-sehari dalam segi diskusi maupun yang lainya. Dengan
pengetahuan bahasa kita dapat mengunakan atau memakai aspek- aspek pengetahuan
bahasa dengan jalan latihan-latihan sehingga menjadi terbiasa.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Zaenal
& Tasai S. Amran, Cermat Berbahasa Indonesia, Jakarta: Akademika
Presindo, 2003.
Broto As, Pengajaran
Bahasa Indonesia, Jakarta: Bulan bintang, 1980.
Heuken, Sj
Adolf, Teknik mengarang, Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Kuncoro,
Mudrajad, Mahir Menulis, Jakarta: Erlangga, 2009.
Rumaningsih,
Endang, Mahir Berbahasa Indonesia, Semarang: Rasail, 2011.
Samsul, Asep, Jurnalistik
praktis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
[5]
Zaenal Arifin S.Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk
Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. Grewal Galeri, 2003, hlm.113.
[6]
Zaenal Arifin S.Amran Tasai,Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi, Jakarta: PT. Grewal Galeri, 2003, hlm.114-115.
[7] Zaenal
Arifin S.Amran Tasai, Cermat
Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. Grewal Galeri, 2003, hlm.119-120.
[8] Zaenal
Arifin S.Amran Tasai, Cermat
Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. Grewal Galeri, 2003, hlm.121.
[9] Zaenal
Arifin S.Amran Tasai, Cermat
Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. Grewal Galeri, 2003, hlm.125.
[17] As Broto,Pengajaran
bahasa Indonesia,Jakarta:bulan bintang,1980,hlm.99-101.