Senin, 07 Oktober 2013

PENYUNTINGAN KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: M. Abduh Holilulloh

I.         PENDAHULUAN
Karya tulis ilmiah merupakan karya yang sangat di minati kaum intelek, banyak pengetahuan yang didapat dari kita membacanya atau pun saat kita menulisnya. Selain itu, karya tulis ilmiah juga dapat membuat penulis menjadi terkenal dengan melalui karyanya tersebut dan bisa memberikan gagasan atau hasil dari observasi kepeda pembaca.
Di dalam penulisan karya tulis ilmiah tidak luput dengan pengeditan yang mana dalam pengeditan itu berfungsi sebagai penyempurna tulisan atau proses memperbaiki tulisan yang sekiranya harus di perbaiki, karena dengan pengeditan tulisan bisa dipahami dengan baik dan tidak membingugkan pembaca. Oleh karena  itu, pengeditan sangatlah penting dalam penulisan karya tulis ilmiah maupun yang lain.
Secara redaksional, editor memperbaiki kata dan kalimat supaya lebih logis, mudah dipahami, dan tidak rancu. Oleh karna itu pemakalah akan sedikit memaparkan sedikit tentang penyuntingan karya tulis ilmiyah.

II.      RUMUSAN MASALAH
A . Apa Hakikat Editing Karya Tulis Ilmiah?
B . Bagaimana Materi atau Gagasan itu?
C . Apa yang dimaksud Paragraf ?
D . Apa yang dimaksud Ragangan ?
E . Apa yang dimaksud Kebahasan ?

III.   PEMBAHASAN
A.    Hakikat Editing
Menyunting naskah (editing) adalah sebuah proses memperbaiki atau penyempurnaan tulisan secara redaksional dan substansial. Pelakunya disebut editor (penyunting) atau redaktur.[1]
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (editing) mengedit adalah :
1.      Mempersiapkan naskah yang siap cetak atau siap terbit (dengan memperhatikan, terutama segi ejaan, diksi dan struktur kalimat). Mana ini sering diterjemahkan menjadi menyunting.
2.      Merencanakan dan mengarahkan pnerbitan (surat kabar, majalah).
3.      Menyusun (film, pita rekaman) dengan memotong dan memadukan kembali. Orang yang melakukan pengeditan (mengedit) dipanggil dengan sebutan editor.
Secara umum, proses editing atau pengeditan atau penyunting dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a.   Penyuntingan secara redaksional, menurut cara ini, editor memeriksa setiap kata dan kalimat agar logis, mudah dipahami, dan tidak rancu (memiliki ejaan yang bener, mempunyai  arti, dan enak dibaca). Proses editing ini mencakup kegiatan-kegiatan seperti memperbaiki kesalahan ejaan (tanda baca, tata bahasa, angka, nama, almat, dan sebagainya). Menyesuiakan gaya bahasa dengan gaya surat kabar bersangkutan dan mengetatkan tulisan (meringkas beberapa kalimat menjadi satu atau dua kalimat dengan tidak mengubah makna kumpulan kalimat sebelumnya). Tujuan akhir proses editing jenis ini adalah agar tulisan tidak hanya memiliki ejaan yang benar dan arti yang jelas, tetapi juga enak dibaca.
b.   Penyuntingan secara substansi, yakni editor memperhatikan data dan fakta agar tetap akurat dan benar.
Kegiatan-kegiatan yang dicakup dalam proses pengeditan jenis ini adalah :
1.)    Memperhatikan kesalahan-kesalahan faktual.
2.)    Menghindari kontradiksi dan mengedit berita untuk di perbaiki.
3.)    Menghindari unsur-unsur seperti penghinaan, ambiguitas, dan tulisan yang memuakkan (bad taste).
4.)    Melengkapi tulisan dengan bahan-bahan tipografi, misal anak judul atau subjudul.
5.)    Menulis judul yang menarik.
6.)    Memberikan penjelasan tambahan untuk gambar atau table.
7.)    Menelaah kembali hasil tulisan yang telah dicetak karena tidak menutup kemungkinan masih terdapat kesalahan redaksional dan subtansial.
Tujan proses pengeditan tipe ini yaitu tidak hanya untuk memuat tulisan menjadi mudah dimengerti, tetapi juga sistematika tulisan secara keseluruhan tetap terjaga dan para penulis sebaiknya memperhatikan tulisanya jika tulisanya benar-benar ingin dipublikasikan.[2]
Secara redaksional, editor memperbaiki kata dan kalimat supaya lebih logis, mudah dipahami, dan tidak rancu. Setiap kata dan kalimat, selain harus benar ejaan atau cara penulisanya, juga harus benar-benar punya arti dan enak dibaca. Secara substansial, editor harus memperhatikan fakta atau data agar tetap terjaga keakuratan dan kebenaranya. Editor pun harus memperhatikan apakah tulisan itu dapat mudah dimengerti pembaca atau malah membingungkan. Kegiatan menyunting pada dasarnya mencakup hal-hal berikut:
i.        Memperbaiki kesalahan-kesalahan factual.
ii.      Menjaga jangan sampai terjadi kontradiksi dan mengedit berita tersebut untuk memperbaikinya.
iii.    Memperbaiki kesalahan dalam penggunaan tanda-tanda baca, tatabahasa, ejaan, angka , nama, dan alamat.
iv.    Menyesuaikan naskah dengan gaya surat kabar bersangkutan.
v.    Mengetatkan tulisan, membuat satu kata melakukan pekerjaan tiga atau empat kata, menjadikan satu kalimat menyatakan fakta-fakta yang terdapat dalam satu paragrap. Menyingkat tulisan sesuai dengan ruang yang tersedia.
vi.    Menjaga jangan sampai terjadi penghinaan, arti ganda, dan tulisan yang memuakan (badtaste).
vii.  Melengkapi tulisan dengan bahan-bahan tipografi, seperti anak judul (subjudul), dimana diperlukan.
viii.Menulis judul untuk berita bersangkutan agar menarik.
ix.  Di beberapa surat kabar, editing juga termasuk menulis caption (keterangan gambar) untuk foto dan pekerjaan lain yang berhubungan dengan cerita yang disunting itu.
x.    Setelah edisi naik cetak, menelaah Koran tersebut secermat mungkin sebagai perlindungan lebih lanjut terhadap kesalahan dan melakukan perbaikan jika deadline masih memungkinkan.
Dengan demikian, menyunting tidaklah semata- semata memotong (cutting) naskah agar cukup pas masuk dalam Koran atau ruangan (space) yang tersedia, tetapi juga membuat tulisan itu enak dibaca ,menarik, dan tidak mengandung kesalahan faktual.[3]

B.     Materi atau Gagasan
      Gagasan adalah sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca, dengan adanya gagasan para pembaca akan mengetahui tentang maksud bacaan tersebut. Orang yang ingin menulis sesuatu hendaknya sudah mempunyai ide/ gagasan tentangnya. Misalnya, kita mendengar laporan tentang seseorang yang tertabrak mobil di jalan raya. Timbullah gagasan: saya mau mengemukakan, bahwa peraturan lalu-lintas berlaku bagi semua orang, tidak terkecuali peengemudi kendaraan dinas, tentara, polisi, maupun pengemudi bis, bajaj dan truk.
Bagaimanapun juga, karangan harus dijiwai suatu gagasan, betapapun sederhananya. Karangan tanpa gagasan pokok tiada bedanya dengan tubuh tanpa nyawa. Setiap bagian karangan harus tunduk pada gagasan pokok seluruh karangan, baik mengenai bahannya maupun mengenai maksud dan tujuanya. Ini berarti, setiap bagian karangan harus berkaitan dengan gagasan pokok, menuju padanya, mendukung atau mengembangkan gagasan pokok itu. Setiap bagian karangan membawa perhatian pembaca terpusat pada gagasan atau poin yang mempersatukan karangan.
Memper tepat gagasan pokok
Dalam memilih gagasan pokok karangan, pikiran apa pokok yang anda maksudkan itu, mengapa ingin mengatakan hal itu, bagaimana sikap pribadi terhadap soal itu? Berprasangka tentang pokok ini? Selama mencari bahan, pusatkan segala pikiran pada apa yang di maksudkan dan hendak dicapai. Sebelum mulai mengarang, hendaknya pengarang merumuskan dulu gagasan pokok seperti berikut: dalam kalimat lengkap, makin khusus makin baik, tapat dan persis.
Kalau gagsan pokok tidak dirumuskan secara jelas dan tajam dalam kalimat, biasanya pembaca tidak akan menangkap gagasan itu. Sebab, rumusan kalimat yang jangal mencerminkan kurang cermatnya pemikiran. Seringkali gagasan pokok menjadi kabur, karena hal-hal kecil yang dimasuk-masukan, padahal pengarang tidak bermaksud menguraikanya lebih lanjut dalam karanganya.[4]

C.    Paragraf
Paragraf adalah seperangkap kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Kalimat-kalimat dalam paragraf memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai keterkaitan dalam membentuk gagasan atau topik tersebut. Sebuah paragraf mungkin terdiri atas sebuah kalimat, mungkin terdiri atas dua buah bahwa suatu paragraf berisi lebih dari lima buah kalimat. Walaupun paragraf itu mengandung beberapa kalimat, tidak satu pun dari kalimat-kalimat itu memperkatakan soal lain. Seluruhnya membincangkan satu masalah atau sekurang-kurangnya bertalian erat dengan masalah itu.[5]
Syarat-syarat Paragraf yang baik harus memiliki dua ketentuan, yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf.
1.      Kesatuan paragraf
Dalam sebuah paragraf terdapat hanya satu pokok pikiran. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat yang membentuk paragraf perlu ditata secara cermat agar tidak ada satu pun kalimat yang menyimpang dari pokok pikiran paragraf itu. Kalau ada kalimat yang menyimpang dari pokok paragraf itu, paragraf menjadi tidak berpautan, tidak utuh. Kalimat yang menyimpang itu harus dikeluarkan dari paragraf.
2.      Kepaduan paragraf
Kepaduan paragraf dapat terlihat melalui penyusunan kalimat secara logis dan melalui ungkapan-ungkapan (kata-kata) pengkait antar kalimat. Urutan yang logis akan terlihat dalam susunan kalimat-kalimat dalam paragraph itu. Dalam paragraf itu tidak ada kalimat-kalimat yang sumbang atau keluar dari permasalahan yang dibicarakan.[6]
Pembagian paragraf menurut jenisnya:                                                                             Dalam sebuah karangan (komposisi) biasanya terdapat tiga macam paragraf jika dilihat dari segi jenisnya.
1). Paragraf pembuka
Paragraf ini merupakan pembuka atau pengantar untuk sampai pada segala pembicaraan yang akan menyusul kemudian. Oleh sebab itu, paragraf pembuka harus dapat menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menghubungkan pikiran pembaca pada masalah yang akan disajikan selanjutnya. Salah satu cara untuk menarik perhatian ini adalah dengan mengutip pernyataan yang memberikan rangsangan dari para orang terkemuka orang yang terkenal.
2). Paragraf  pengembang
Paragraf pengembang adalah paragraf yang terletak antara paragraf pembuka dan paragraf yang terkhir sekali didalam bab anak bab itu. Paragraf ini mengembangkan pokok pembicaraan yang dirancang. Dengan kata lain, paragraf pengembang mengemukakan inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh sebab itu, satu paragraf Dan paragraf lain harus memperlihatkan hubungan yang serasi dan logis. Paragraf itu bisa dikembangkan dengan cara ekspositoris, dengan cara deskriptif, dengan cara naratif, atau dengan cara argumentatif yang akan dibicarakan pada halaman-halaman selanjutnya.
3). Paragraf penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang terdapat pada akhir karangan atau pada akhir suatu kesatuan yang lebih kecil didalam karangan itu. Biasanya, paragraf penutup berupa simpulan semua pembicaraan yang telah di paparkan pada bagian-bagian sebelumnya.[7]
a.    Rangka atau struktur sebuah paragraf                                                
Rangka atau struktur sebuah paragraf terdiri atas sebuah kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Dengan kata lain, apabila dalam sebuah paragraf terdapat lebih dari sebuah kalimat topik, paragraf tersebut bukan termasuk paragraf yang baik. Kalimat-kalimat di dalam paragraf itu harus saling mendukung, saling menunjang, kait-berkait satu dengan yang lainya.
Kalimat topik adalah kalimat yang berisi topik yang dibicarakan pengarang. Pengarang meletakan inti maksud pembicaraanya pada kalimat topik.
Karena topik paragraf adalah pikiran utama dalam sebuah paragraf, kalimat topik merupakan kalimat utama dalam paragraf itu. Karena setiap paragraf hanya mempunyai sebuah topik, paragraf itu tentu hanya mempunyai satu kalimat utama.
Kalimat utama bersifat umum. Ukuran keumuman sebuah kalimat terbatas pada paragraf itu saja, adakalanya sebuah kalimat yang kita anggap umum akan berubah menjadi kalimat yang khusus apabila paragraf itu diperluas.[8]
b.    Pengembangan paragraf
Mengarang itu adalah usaha mengembangkan beberapa kalimat topik. Dengan demikian,  dalam karangan itu kita harus mengenbangkan beberapa paragraf demi paragraf. Oleh karna itu, kita harus hemat menenpatkan kalimat topik. Satu paragraf hanya mengandung sebuah kalimat topik.[9]

D.    Ragangan (outline)
Kerangaka karangan (outline) yaitu rencana teratur dalam pembagian dan penyusunan gagasan. Fungsi utamanya adalah menunjukan hubungan di antara gagasan yang ada. Kerangaka karangan memumgkinkan kita melihat kekuatan dan kelemahan karangan kita sehingga kita dapat mengadakan penyesuaian sebelum kita menulis.
 Kerangka karangan mengandung rencana kerja dan ketentuan-ketentuan bagaimana menyusun karangan. Kerangka karangan dapat mengalami perubahan terus menerus selama penulisan untuk mencapai suatu bentuk yang sempurna. Kerangka karangan itu dapat membentuk catan-catan sederhana, tetapi juga dapat berbentuk mendetail dan digarap dengan sangat cermat. Ada tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam menyusun kerangka karangan seperti memilih topik, mengumpulkan informasi, mengatur gagasan, menulis karangan itu sendiri.  Pengumpulan bahan-bahan untuk menyusun kerangka karangan dapat dilakukan melalui studi pustaka.[10]
Manfaat kerangka karangan
Kerangka karangan yang baik adalah bekal yang berharga dalam menulis suatu karya. Kerangka karangan membantu penulis dalam hal-hal sebagai berikut:
1.    Kerangaka karangan yang terinci memudahkan penulis menyusun karangan sehingga tidak mengolah satu ide sampai dua kali, serta mencegah penulisnya keluar dari sasaran penulisnya.
2.    Kerangka karangan membantu penulis  menciptakan klimak yang berbeda-beda, berdasarkan variasi ide yang ada pada setiap karangan.
3.    Kerangka karangan memandu penulis untuk selalu pada hal-hal yang memang perlu dipaparkan dalam karangan.
4.    Bila seorang pembaca kelak menghadapi karangan yang sudah jadi, ia dapat menelusuri gagasan utama karangan sebagai mana yang dimaksud penulisnya.
5.    Kerangka karangan terumuskan secara jelas dan menyeluruh, begitu proses penulisan selesai, penulis dapat merasakan puas dan lega karena karanganya benar-benar lengkap dan tepat sasaran.
Penyusunan kerangka karangan
a.    Rumusan tema yang jelas berdasarkan sebuah topik dan tujuan yang akan dicapai melalui topik tadi.tema yang dirumuskan untuk suatu kerangaka karangan haruslah berbentuk tesis atau pengungkapan maksud.
b.   Mengadakan inventarisasi topik-topik bawahan yang dianggap sebagai rincian dari tesis atau pengungkapan maksud tadi. Penulis boleh mencatat sebanyak-banyaknya topik-topik yang terlintas dalam pikiran dengan tidak perlu langsung mengadakan evaluasi terhadap topik-topik tadi.
c.    Penulis berusaha mengadakan evaluasi semua topik yang dicatat pada langkah kedua di atas.
d.   Untuk mendapatkan sebuah kerangka karangan yang rinci, langkah kedua dan ketiga dikerjakan berulang untuk menyusun topik-topik yang lebih rendah tingkatanya.
e.    Sesudah semuanya siap masih harus dilakukan langkah yang terakhir, yaitu menentukan sebuah susunan yang paling cocok untuk mengurutkan semua rincian tesis yang telah diperoleh dengan mempergunakan semua langkah di atas. Dengan susunan tersebut, semua rincian akan disusun kembali sehingga dapat diperoleh sebuah kerngka karangan yang baik.[11]
Tipe susnan kerangka karangan
1.    Berdasarkan urutan kronologis
Susunan kerangka karangan diatur menurut susunan waktu (kronologis) peristiwa yang hendak di uraikan.
2.    Berdasrkan urutan local
Susunan kerangka karangan diatur menurut susunan local( ruang tempat) obyek yang hendak diuraikan.
3.    Berdasrkan urutan klimaks
Susunan kerangka karangan diatur menurut jenjang kepentingan. Karangan dimulai dari jenjang kepentingan yang terendah menuju kepada kepentingan yang paling tinggi.
4.      Berdasarkan urutan familiaritas
Susunan kerangka karangan diatur menurut dikenal atau tidaknya bahan-bahan yang akan diuraikan. Karangan dimulai dari sesuatu yang dikenal kemudian berangsur-angsur masuk kepada sesuatu yang belum dikenal atau diketahui oleh pembaca.
5.      Berdasarkan urutan akseptabilitas
Susunan kerangka karangan diatur menurut diterima atau tidaknya perinsip-perinsip yang akan dikemukakan. Karangan dimulai dari mengemukakan hal-hal yang dapat diterima pembaca, kemudian baru mengemukakan gagasan-gagasan yang mungkin ditolak.
6.      Berdasarkan urutan klausalitas
Susunan kerangka karangan diatur menurut hubungan klausal. Karangan dapat dimulai dengan mengemukakan sebab kemudian diuraikan akibat-akibat yang mungkin ditimbulkanya dan dapat pula sebaliknya.
7.    Berdasarkan urutan logis
Susunan kerangka karangan diatur menurut aspek umum dan aspek khusus.
8.    Berdasarkan urutan perspektif
Susunan kerangka karangan diatur menurut pemihan baik- buruk , untung- rugi, benar-salah. Pengarang dapat mengemukakan hal-hal yang baik terlebih dahulu, baru memeparkan hal-hal yang buruk pada bagian selanjutnya.[12]
Kerangka karangan yang baik
a.    Kerangka karangan harus mengandung pokok-pokok pikiran yang cukup mendetail. Semakin mendetail pokok-pokok pikiran diungkapkan, semakin banyak urutan yang bisa dibuat nantinya.
b.    Kerangka karangan harus disusun secara cermat dan logis.
c.    Dalam kerangka karangan yang baik, pokok-pokok pikiran yang sejajar harus diberi nomor atau huruf yang sejenis.
d.   Kerangka karangan tidak boleh mengandung pembagian yang pincang, misalnya ada huruf A, tetapi selanjutnya tidak ditemukan huruf B, melainkan II.[13]
Fungsi kerangka karangan
menjelaskan penggolongan dan hubungan antara bagian-bagian karangan dalam kerangka karangan seluruhnya.[14]
Kalimat yang satu dengan yang lainnya dalam kerangka karangan harus diatur sedemikian, sehingga tampak jelas hubungan yang tepat, misalya menurut sebab akibat, umum- khusus, luas- sepi, dan sebagainya. Karangan yang bermutu menuntut pemikiran yang jelas dan mendalam tentang isinya, sebelum mulai mengarang. Demikian juga dalam mengarang tanpa kerangka karangan, bahan menjadi kabur, banyak hal yang terlupa, bagian-bagian tidak seimbang. Kerangka karangan sendiri bukan tujuan melainkan alat peraktis. Mungkin untuk satu bab atau karangan pendek dan mudah, cukup mencatat beberapa poin saja. Tetapi untuk menulis suatu karangan esai atau buku, pasti sangat diperlukan kerangka karangan yang rinci.
Tahap – tahap dalam membuat kerangaka karangan
1.      Dalam membuat kerangka karangan ialah merumuskan gagasan pokok secara jelas dalam kalimat lengkap. Gagasan pokok yang telah dirumuskan itu menjadi dasar yang menentukan penggolongan, koordinasi dan subordinasi.
2.      Mencatat diatas kertas semua gagasan yang timbul dari pikiran atau yang telah dikumpulkan, baik dari ingatan dan sumber tertulis maupun dari sumber lisan (wawancara). Pada tahap pencatatan hasil pemikiran ini belum perlu suatu sistem atau urutan.
3.      Mengatur segala gagasan/ide/bahan/unsur/informasi. Hal-hal yang saling berhubungan dan termasuk suatu kelompok disatukan, hal-hal yang sejajar di koordinasi, hal-hal bawaan disubordinasi. Buanglah gagasan yang tidak cocok dengan gagasan pokok atau luar tema karangan.
4.      Mengatur setiap kelompok gagasan yang sudah dibuat(tahap ketiga) menurut pengaturan organisasi karangan. Kadang-kadang beberapa kelompok tak dapat diterima, karena tidak termasuk gagasan pokok secara langsung atau membuat karangan terlalu luas, berat sebelah, membosankan dan sebagainya. Kelompok-kelomopok gagasan yang sudah tersusun baik dan diterima itu merupakan bagian-bagian pokok kerangka karangan.
5.      Meliat kembali aneka ide/gagasan/unsur/informasi. Apakah masih ada yang kurang? Mana yang perlu diperluas atau dipersmpit? Akhirnya, setiap kelompok disusun berdasarkan prinsip koordinasi dan subordinasi.
6.      Mengatur semua kelompok, yang masing-masing sudah disusun dengan baik dan rinci, yang satu dibawah yang lain menjadi satu kerangaka karangan untuk seluruh karangan.
7.      Membuat kerangka karangan yang rinci dan lengkap, yang mencakup perumusan gagasan pokok yang dicatat dalam kalimat lengkap, catatan tentang pendahuluan, sistematika bagian batang tubuh, catatan tentang penutup.
8.      Meninjau sekali lagi seluruh kerangka karangan tadi dengan keritis. Sebaliknya diperlihatkan kepada orang lain dan bertanya kepadanya: jelaskah? Logiskah? Seimbangkah? Akhirnya, kerangka karangan masih dapat diperbaiki dimana perlu. Suatu kerangka karangan yang lengkap dan sempurna sangat menentukan hasil karangan yang akan dibuat.
Kerangka karangan (outline) berguna sebagai pedoman kerja, pemakaianya harus luwes, tidak perlu mutlak-mutlak dengan kaku. Kalau pengarang sudah mulai menulis sampai pada bab-bab dan kalimat- kalimat, kadang timbul ide baru atau bertahan bahan baru, atau merasa perlu mengubah sesuatu. Boleh saja dilakukan perubahan sejauh perlu, asalkan tidak meruntuhkan kesatuan dan struktur karangan.[15]                         Dapat terjadi, karangan macet di tengah jalan, atau bahan campur aduk dan kabur. Menghadapi kesukaran semacam ini, pikirkanlah kembali dan seledikilah kerangka karangan sudah betul, jika perlu susunlah sekali lagi, sampai organisasi karangan lebih jelas. Meninjau kembali kerangka karangan merupakan langkah pertama dalam mengatasi kemacetan. Hendaknya diusahakan supaya setiap bagian karangan sendiri mempunyai susunan yang jelas, logis dan teratur.
Kerangka karangan sebaiknya mengandung topik-topik yang cukup rinci. Jika tidak demikian, kerangka karangan itu tak akan menolong waktu menulis karangan nanti. Kerangka karangan yang berupa pernyataan maksud saja berarti bahwa pengarang belum berpikir sampai pada hal-hal rinci yang tak dapat dihindari. Seharusnya pengarang tidak menundanya sampai saat menulis karangan. Sebab, waktu menulis perhatian pengarang seyogyanya terpusat pada ketepatan dan keindahan bahasa.[16]

E .KEBAHASAAN
Kebahasaan yaitu alat untuk berkomunikasi sehari-sehari dalam segi diskusi maupun yang lainya. Dengan pengetahuan bahasa kita dapat mengunakan atau memakai aspek- aspek pengetahuan bahasa dengan jalan latihan-latihan sehingga menjadi terbiasa. Pengetahuan bahasa itu di ajarkan bukan untuk dihafalkan melainkan dipakai sebagai kebisaan berbahasa sehari-hari.
Bahan pembelajaran bahasa itu berbentuk kalimat-kalimat, dan kalimat itu berwujud struktur-struktur tertentu yang berunsurkan kata, suku, dan bunyi atau huruf. Jenis-jenis kegiatan atau materi pelajaran yang berupa struktur-struktur kalimat itu, di ajarkan secara langsung dan spontan.
Susunan kata-kata yang membentuk satu kalimat disebut struktur kalimat, sedang kedudukan kata-kata dalam hubungan fungsi kata dalam satu kalimat disebut pola kalimat. Pola kalimat dilihat dari segi bentuknya, ada pola dasar pola lengkap atau pola sempurna.
Pada dasarnya, bahasa itu ucapan lisan. Setelah bangsa-bangsa di dunia mulai maju, manusia mulai mengenal tulisan. Oleh karena itu zaman sekarang ada bahasa tulisan dan ada bahasa lisan. Bahasa lisan terdiri atas bunyi-bunyi. Dalam bahasa tulis bunyi-bunyi itu dinyatakan dengan lambang bunyi atau huruf. Pengenalan huruf tidak dilakukan huruf demi huruf, tetapi melalui pengenalan struktur bahasa tulis(kalimat).
Huruf yang diajarkan itu ada yang disebut huruf besar dan huruf kecil. Dahulu selalu di ajarkan huruf kecil dahulu, baru huruf besar. Sekarang pengenalan huruf itu ada yang dimulai dengan huruf besar. Dalam percobaan ini pengenalan huruf besar maupun huruf kecil dilakukan serempak. Dalam penulisan nama-nama orang langsung digunakan huruf besar. Apabila nama orang perlu dipakai dalam satu kalimat, maka nama itu langsung ditulis dengan huruf besar.[17]

IV.             KESIMPULAN
1.      Hakikat editing: sebuah proses memperbaiki atau penyempurnaan tulisan secara redaksional dan subtansial,
Proses pengeditan didahului dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan faktual, menghindari kontradiksi dan mengedit berita untuk diperbaiki, menghindari unsur-unsur seperti penghinaan, melengkapi tulisan dengan bahan-bahan tipografi, menulis judul yang menarik, memberikan penjelasan untuk gambar/ tabel, menelaah kembali hasil tulisan yang telah di cetak karena tidak memungkinkan masih terdapat kesalahan redaksional dan substansial.
2.      Gagasan adalah sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca, dengan adanya gagasan para pembaca akan mengetahui tentang maksud bacaan tersebut. Orang yang ingin menulis sesuatu hendaknya sudah mempunyai ide/ gagasan tentangnya.
3.      Paragraf adalah seperangkap kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Kalimat-kalimat dalam paragraf memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai keterkaitan dalam membentuk gagasan atau topik tersebut.
4.      Kerangaka karangan (outline) yaitu rencana teratur dalam pembagian dan penyusunan gagasan. Fungsi utamanya adalah menunjukan hubungan di antara gagasan yang ada. Kerangaka karangan memumgkinkan kita melihat kekuatan dan kelemahan karangan kita sehingga kita dapat mengadakan penyesuaian sebelum kita menulis.
5.      Kebahasaan yaitu alat untuk berkomunikasi sehari-sehari dalam segi diskusi maupun yang lainya. Dengan pengetahuan bahasa kita dapat mengunakan atau memakai aspek- aspek pengetahuan bahasa dengan jalan latihan-latihan sehingga menjadi terbiasa.




DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal & Tasai S. Amran, Cermat Berbahasa Indonesia, Jakarta: Akademika Presindo, 2003.
Broto As, Pengajaran Bahasa Indonesia, Jakarta: Bulan bintang, 1980.
Heuken, Sj Adolf, Teknik mengarang, Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Kuncoro, Mudrajad, Mahir Menulis, Jakarta: Erlangga, 2009.
Rumaningsih, Endang, Mahir Berbahasa Indonesia, Semarang: Rasail, 2011.
Samsul, Asep, Jurnalistik praktis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.



[1] Asep Syamsul dan M.Romli, Jurnalistik Praktis, Bandung: PT. Rosda Karya, 2009,hlm.67.
[2] Prof.Mudrajat Kuncoro, Mahir Menulis, Jakarta: Erlangga, 2009, hlm.108-109.
[3] Asep Syamsul dan M.Romli, Jurnalistik Praktis, Bandung: PT. Rosda Karya, 2009, hlm.68-69.
[4] Adolf heuken SJ,Teknik Mengarang,Yogyakarta:Kanisius,2008,hlm. 13-15.
[5] Zaenal Arifin S.Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. Grewal Galeri, 2003, hlm.113.
[6] Zaenal Arifin S.Amran Tasai,Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. Grewal Galeri, 2003, hlm.114-115.
[7] Zaenal Arifin S.Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. Grewal Galeri, 2003, hlm.119-120.

[8] Zaenal Arifin S.Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. Grewal Galeri, 2003, hlm.121.
[9] Zaenal Arifin S.Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. Grewal Galeri, 2003, hlm.125.
[10] Endang Rumaningsih, Mahir Berbahasa Indonesia, Semarang: Rasail, 2011, hlm.213-214.
[11] Endang Rumaningsih, Mahir Berbahasa Indonesia, Semarang: Rasail, 2011, hlm.216-218.
[12] Endang Rumaningsih, Mahir Berbahasa Indonesia, Semarang: Rasail, 2011, hlm.219-221.
[13] Endang Rumaningsih, Mahir Berbahasa Indonesia, Semarang: Rasail, 2011, hlm.222-224.
[14] Adolf heuken SJ, Teknik Mengarang, Yogyakarta: Kanisius, 2008, hlm.23.
[15] Adolf heuken SJ, Teknik Mengarang, Yogyakarta: Kanisius, 2008, hlm.24-25.
[16] Adolf heuken SJ, Teknik Mengarang, Yogyakarta: Kanisius, 2008, hlm.26.
[17] As Broto,Pengajaran bahasa Indonesia,Jakarta:bulan bintang,1980,hlm.99-101.